Cerita Sex: Pemuas Nafsu Bos
Cersex Cerita Sex, Cerita Dewasa, Cerita Mesum Terbaru – Cerita Sex: Pemuas Nafsu Bos
– Aku cepat-cepat memakai celana dan merapikan bajuku, ketika kudengar
ketukan di pintu. Demikian pula Sheila. Dia merapikan rambut dan
bajunya. Awalnya blus yang dipakai sudah terbuka seluruh kancingnya,
sehingga dadanya yang putih dan indah itu terlihat. Sheila lalu duduk di
meja kerjanya dan menyuruhku membukakan pintu.
Agaknya Rosita yang datang dengan map ditangan. Dia melihatku dengan
pandangan yang aneh. Entah apa yang difikirkannya. Aku melihat jam
ditangan hampir pukul 14.30. Waktu makan siang sudah habis. Pantas saja
Rosita, sekretaris Sheila, sudah kembali mengerjakan tugasnya. agen poker
Sheila tengah membaca proposal yang dibawa Rosita, sementara aku hanya diam saja di sofa ruangan Sheila.
“Mungkin cukup untuk siang ini, Wim. Lakukan tugas yang kuberikan
tadi dengan baik”, kata Sheila memecah kesunyian di antara kami.
Aku hanya mengangguk, lalu keluar dari ruangan itu. Sheila adalah
bosku langsung. Usianya 34 tahun. Tetapi dia belum menikah. Padahal,
menurutku, dia sudah memiliki segalanya. Rumah, mobil dan penghasilan
besar. Entah kurang apalagi dia, sehingga sampai sekarang masih
melajang.
Antara aku dengan Sheila bukan hanya sebatas hubungan atasan bawahan
lagi, melainkan lebih dari itu. Sebab, Sheila selalu menuntut aktivitas
seksual, jika kami hanya berduaan. Padahal aku sendiri sudah menikah.
Wina, istriku, termasuk tipe wanita yang setia. Dia memang bukan wanita
karier. Namun dia mencoba mengerti pekerjaanku. Kami sudah menikah tiga
tahun, dan belum juga dikaruniai anak.
Sebenarnya aku tak pernah punya niat untuk berselingkuh. Di dalam
hatiku juga tidak ada niatan untuk menggantikan Wina dengan wanita lain.
Tetapi godaan dari Sheila sungguh membuatku tak mampu untuk menolak.
Kecantikan Sheila sebenarnya bukan hal utama yang menarik lelaki,
termasuk diriku.
Tetapi justru dengan wajahnya yang biasa-biasa saja, dia berkesan
sensual dengan kulit putih dan tubuh ramping tanpa lemak. Ditambah lagi
dengan kegesitan dan kedinamisan geraknya, membuat laki-laki banyak
mengaguminya.
Di kantorku saja, beberapa manajer dan direktur tertarik padanya.
Tetapi anehnya, dia tetap dingin menanggapinya. Entah apa sebabnya dia
justru memilihku untuk melayaninya di tempat tidur. Pada awal mulanya
aku selalu hormat padanya. Lebih-lebih karena aku termasuk pegawai baru
di kantor ini. Itu sebabnya aku berusaha menunjukkan kesungguhanku dalam
bekerja.
Pada suatu siang aku dipanggil keruangannya. “Wim, perusahaan
mengirimku untuk menemui klien di Bandung. Aku ingin kamu ikut agar
suatu saat kalau aku berhalangan datang kamu bisa menggantikan tugasku”,
katanya.
Aku senang sekali mendengar hal itu. Berarti Sheila percaya kepadaku.
Aku mengabarkan hal ini kepada Wina. Dia sama sekali tidak curiga,
meskipun aku bilang hendak menginap di hotel bersama bos wanitaku. “Aku
percaya kepadamu. Ini juga demi kemajuan kariermu”, katanya memberi
semangat.
Kami berangkat dengan kereta. Sepanjang perjalanan, kami banyak
mengobrol tentang hal-hal pribadi. Termasuk perkawinanku dan harapanku.
Tetapi aku susah sekali mengorek tentang pribadinya, karena ia hanya
tertawa saja ketika kutanya mengenai pria idamannya.
Pukul 22.00, kami tiba di salah satu hotel berbintang di Bandung.
Agaknya perusahaan kami hanya menyediakan sebuah kamar untuk Sheila.
“Tidak mengapa Win, kita bisa menggunakan bed ekstra untuk kamu.
Hitung-hitung pengiritan”, katanya membaca kebingunganku.
Sebenarnya aku canggung sekali harus tidur sekamar dengan wanita
lain. Lebih-lebih wanita itu adalah bosku. Namun aku tidak kuasa menolak
perintahnya. Lagipula aku tidak punya uang untuk itu. Kulihat Sheila
tidak canggung berada sekamar denganku.
Dia malah seenaknya membuka blazer, dan hanya menggunakan kamisol dan
celana pendek, lalu masuk ke kamar mandi Aku hanya duduk terdiam saja.
Rasa sungkanku ternyata lebih banyak mempengaruhiku, sehingga aku tidak
bisa bersantai.
Tak lama kemudian Sheila keluar dengan hanya menggunakan mantel handuk, rambutnya yang sebahu basah.
“Wim, kamu gak mau mandi?, sekalian kamu mandi kan saya bisa bertukar pakaian”, katanya.
“Baik Bu, saya juga mau mandi sekarang ini”, kataku.
“Kalau tidak sedang di kantor, atau menemui klien, kamu panggil aku dengan Sheila aja, Bukankah usia kamu lebih tua ketimbang saya?”.
“Baiklah, Sheila”, jawabku sambil segera masuk ke kamar mandi.
“Baik Bu, saya juga mau mandi sekarang ini”, kataku.
“Kalau tidak sedang di kantor, atau menemui klien, kamu panggil aku dengan Sheila aja, Bukankah usia kamu lebih tua ketimbang saya?”.
“Baiklah, Sheila”, jawabku sambil segera masuk ke kamar mandi.
Saat mandi aku kembali membayangkan istriku yang ada di rumah,
kelembutannya, tak terasa aku seperti dekat dengannya, ada
letupan-letupan kecil dari gariahku yang membuat alat kelaki-lakianku
menggeliat-geliat dan mengeras. Dan aku memain-mainkan beberapa saat
lamanya dengan menggunakan sabun seperti biasanya.
Ketika aku membuka pintu kamar mandi dan keluar, aku melihat Sheila
masih sedang mengeringkan rambut dengan menggunakan hair-dryernya.
Tetapi Sheila sudah mengenakan gaun tidur putih yang amat tipis. Saking
tipisnya sehingga aku bisa melihat bahwa tidak ada pelindung yang
menutupi keindahan payudaranya, hanya terlihat Sheila menggunakan CD
warna putih saja.
Sinar lampu kamar yang remang-remang ditambah dengan lampu dari meja
rias membuat baju tipisnya menerawang. Sebagai lelaki normal aku menelan
ludah melihat pemandangan ini. Aku bisa melihat lekuk-lekuk tubuhnya
yang indah. Pinggangnya yang ramping membuatku berdecak kagum dalam
hati. Tetapi aku tidak berani memandangnya dengan lama-lama.
“Wim, Saya sudah menelepon ke bagian house keeping, ternyata Ekstra Bed sudah habis”, katanya.
“Ah tidak kenapa-napa kog Sheila, Saya bisa tidur di bangku saja”, jawabku.
“Jangan Wim, malam ini kamu harus beristirahat penuh, sebab besok kamu harus menjalankan tugas pertama kamu dengan sebaik-baiknya, sayapun tidak keberatan kamu tidur di ranjang” jawab Sheila sambil mematikan lampu ruangan, dan kami pun berusaha tidur.
“Ah tidak kenapa-napa kog Sheila, Saya bisa tidur di bangku saja”, jawabku.
“Jangan Wim, malam ini kamu harus beristirahat penuh, sebab besok kamu harus menjalankan tugas pertama kamu dengan sebaik-baiknya, sayapun tidak keberatan kamu tidur di ranjang” jawab Sheila sambil mematikan lampu ruangan, dan kami pun berusaha tidur.
Satu jam telah berlalu, namun mataku tidak bisa terpejam. Kulihat
Sheila sepertinya sudah tidur. Akupun berusaha memejamkan mataku supaya
bisa cepat tidur. Tiba-tiba aku merasakan adanya dekapan halus di
dadaku. Aku mengintip dari sebelah mataku, ternyata sheila masih
tertidur mungkin aku dianggapnya sebagai guling.
Aku tidak berani membangunkannya, kudiamkan saja dan aku kembali
berusaha tidur. Kira-kira beberapa menit kemudian kurasakan tangan
Sheila berpindah tempat dari dadaku tiba-tiba berpindah menempel di atas
celanaku, tepatnya di atas kemaluanku.
Akupun tetap membiarkannya, dan tetap berusaha untuk tidur, tapi
tetap aja gagal. Adanya tangan lembut menempel di atas penisku, membuat
jantungku berdegup kencang. Tanpa bisa kukendalikan lagi, darah-darah di
dalam pembuluh tubuhku bergerak dengan cepatnya kearah kemaluanku.
Dan kurasakan aku tidak mampu lagi menahan aliran tersebut, hingga
kurasakan kemaluanku mulai mengeras secara perlahan-lahan sampai
akhirnya menegang dan sangat keras, sedangkan tangan Sheila tetap saja
bertengger di atas kemaluanku.
Tiba-tiba aku merasakan adanya gerakan halus yang datangnya dari
jari-jari Sheila, seperti gerakan mengelus-elus kecil ke seluruh batang
penisku. Aku tetap diam saja tidak berani memberikan reaksi, namun tetap
aku merasakan seluruh elusan-elusan tangannya yang lembut, membuat
penisku kini menjadi ereksi dengan sempurna. Dan aku sangat menyesalkan
ketika tiba-tiba tangan Sheila berpindah tempat menuju ke perutku. Ah
kenapa harus berpindah tempat, pikirku dengan kesal.
Namun kekesalanku tampaknya tidak berlangsung lama, karena aku
merasakan perlahan-lahan tangan Sheila kembali turun ke arah bawah,
namun sampai di perbatasan celanaku tangan Sheila kembali diam. Ah
Sheila jangan menyiksaku seperti ini doaku memohon.
Seperti bisa membaca seluruh pikiranku, tangan Sheila kembali mulai
bergerak-gerak kecil, dan astaga! kini tangan Sheila tidak bergerak di
atas celanaku, tetapi secara perlahan tetapi pasti tangannya masuk ke
dalam celanaku dan mencengkeram dengan lembut batang penisku yang sangat
‘tegang’.
Dan beberapa saat kurasakan tangannya bergerak turun naik, batang
kemaluanku dikocok-kocok dengan lambut, napasku sudah tidak beraturan
lagi, dan tiba-tiba wajah Sheila mendekat ke wajahku.
“Wim, kamu belum tidur kan?” tanyanya lembut. Aku membuka mataku dan kulihat Sheila sudah dekat sekali dengan wajahku.
“Belum Sheila”, jawabku.
“Ehm.., Wim, maukah kamu menggangap aku sekarang ini sebagai istrimu, aku membutuhkan kasih sayang dan kehangatanmu malam ini”, pintanya.
“Belum Sheila”, jawabku.
“Ehm.., Wim, maukah kamu menggangap aku sekarang ini sebagai istrimu, aku membutuhkan kasih sayang dan kehangatanmu malam ini”, pintanya.
Seperti terhipnotis saja aku mengangguk kecil setelah menyaksikan
dadanya yang putih mulus dan masih kencang tidak tertutup karena belahan
baju tidurnya yang rendah.
Begitu mendapatkan signal setuju dariku, Sheila tanpa sungkan-sungkan
lagi kini mencumbuku dengan panasnya, Ciumannya yang dahsyat membuatku
mengikuti seluruh kegairahan yang tertumpah dari Sheila. Dalam gairah
yang menggebu-gebu tanpa terasa pakaian yang kami gunakan satu persatu
terlepas dan akhirnya kami bergelut tanpa menggunakan apa-apa lagi.
Sheila memang luar biasa, aku hanya bisa menahan napas ketika Sheila
memain-mainkan lidahnya dan mengulum seluruh batang penisku dengan
lincahnya. Dan akupun membalas dengan hebatnya dengan merangsang seluruh
bagian-bagian payudaranya apalagi ketika aku melumat habis clitoris
yang terdapat di vaginanya, tampak tubuh Sheila menggelinjang-gelinjang
tak kuasa menahan nikmat. Malam itu kami lalui berdua dengan penuh
kepuasan.
Pagi harinya aku baru sadar dan bahkan setengah tidak percaya
mengingat kejadian tadi malam yang begitu mengesankan. Aku masih melihat
Sheila tertidur pulas tanpa busana di sampingku. Aku baru saja hendak
bangun, ketika Sheila menggeliat bangun dan tersenyum kepadaku.
“Kamu hebat, Wim. Aku sampai kewalahan loh”, katanya. Kemudian dia
naik ke atas perutku, lantas mendekatkan kepalanya ke wajahku. Dalam
keadaan itu, dua benda lembut menyentuh dadaku. Agaknya dia ingin
membuatku terangsang. Dan, kami berdua seperti lupa diri lagi.
Sejak itu hubunganku dengan Sheila berubah. Kami sering melakukan
hubungan seksual, pada waktu senggang di kantor. Ini memang sangat
memungkinkan pada waktu jam makan siang. Agar tidak mencolok, kami
berangkat dengan kendaraan masing-masing. Kemudian bertemu di tempat
yang telah ditentukan. Menjelang sore kami kembali ke kantor, dengan
kendaraan masing-masing.
Sudah hampir enam bulan ini aku melayani gairah Sheila di ranjang.
Selama ini hampir setiap hari aku harus mencumbunya agar hasrat seksnya
terpuaskan. Aku juga tak tahu, apa yang membuatku begitu mudah berpaling
kepadanya. Sebenarnya aku tak sepenuhnya melupakan Wina, Sheila hanya
menuntut pelayananku pada jam kamtor saja. Pada malam hari dia tak
pernah menghubungiku. Apa sebenarnya yang dinginkan Sheila?
Dia sepertinya tidak menginginkan hubungan yang serius denganku.
Keinginannya bertemu denganku hanya karena dia tidak mampu menahan
hasrat seksualnya. Dia tak pernah menanyakan, bagaimana hubunganku
dengan Wina. Terus-terang, kadang-kadang aku merasa kredibilitas
pekerjaanku tidak terlepas dari pengaruhnya sebagai atasan.
Kadang-kadang aku berniat untuk menolak ajakannya bermain seks.
Namun, aku takut karierku akan macet total lantaran tidak mengikuti
keinginannya. Selama ini aku merasakan karierku mengalami sedikit
kemajuan, setelah aku selalu mengikuti seluruh perintah-perintah
‘lainnya’. Sheila banyak membuka order buatku sehingga penghasilanku
dapat bertambah.
Sekarang kami sudah jarang berkencan di hotel. Tetapi itu bukan
berarti aktivitasku melayaninya juga berhenti. Tempat kencan kami
berpindah ke ruang kerjanya. Ketika jam makan siang, Sheila memanggilku
di ruangannya,
Dari gerak-geriknya, aku tahu pasti dia meminta ‘jatahnya’ siang ini.
“Aku lapar Sheila, Aku ingin makan siang dulu”, elakku.
Tetapi Sheila justru tersenyum, “Nih aku telah menyiapkan makanan untukmu” katanya sambil menyodorkan sepiring nasi siap saji.
Rupanya dia menyiapkan segalanya. Aku tidak punya alasan lagi untuk
menghindarinya. Dengan lambat kuhabiskan makan siangku karena aku tahu
aku akan membutuhkan tenaga yang banyak untuk melayani Sheila. Dan
begitu makan siangku selesai, Sheila tidak mau membuang waktunya. Aku
duduk di sofa hitam, sementar Sheila duduk di atas pangkuanku. Wajahnya
dihadapkan persis di wajahku, lantas dia mulai menciumiku.
Sheila membuka kancing bajuku satu persatu, sembari terus
mencumbuiku. Sampai pada kancing terakhir, tangannya dengan lincah
bergerak ke celanaku. Dan cerita selanjutnya akan panjang kalau
diceritakan, yang jelas aku dan penisku berusaha setengah mati supaya
tidak ‘kalah’ selagi tangan-tangan Sheila mengocok-ngocok penisku dengan
bernafsunya.
Tingkah Sheila tidak hanya berhenti di situ saja. Dengan gaya erotis
dia mulai membuka bajunya satu persatu sampai tak tersisa sehelai
benangpun. Kemudian membaringkan tubuhnya yang telanjang itu dikarpet
dan menarik tanganku untuk mendekat. Melihat tubuhnya dalam posisi ini
membuat darah kelaki-lakianku menggelekak. Sejurus kemudian aku sudah
menindih tubuhnya dan melakukan ‘tugas siangku’ sampai dia mengerang
karena klimaks yang dirasakan.
Karena kemampuanku memberikan klimaks kepada Sheila di dalam setiap
memenuhi hasrat seksualnya itulah, maka hampir setiap hari Sheila
memintaku untuk datang ke ruangan kerjanya untuk ‘melaksanakan tugas’.
Harus kuakui akupun mendapatkan pengalaman bercinta yang hebat, setelah
mengenal Sheila. – Cersex Cerita Sex, Cerita Dewasa, Cerita Mesum Terbaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar